![]() |
Arti Tawassul dan Hukum Tawassul |
Arti Tawasul dan Hukum Tawasul
Berikut ini adalah artikel mengenai arti tawasul dan hukum tawasul menurut ahlussunnah wal jamaah.Wasilah yang digunakan bisa berupa nama dan sifat Allah SWT, amal shaleh yang kita lakukan, dzat serta kedudukan para nabi dan orang shaleh, atau bisa juga dengan meminta doa kepada hamba-Nya yang sholeh. Allah SWT berfirman :
وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَة
Hukum Tawasul
Bertawasul dengan nabi dan orang-orang shaleh kerap menjadi permasalahan. Contoh sederhana tawasul jenis ini adalah ketika seseorang mengharapkan ampunan Allah SWT. Misalnya ia berdoa, “ Ya Allah, aku memohon ampunanmu dengan perantara nabi-Mu atau Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.”Terlihat jelas dalam bertawasul, nabi atau orang sholeh hanyalah perantara, sedangkan yang dituju dengan do’a hanyalah Allah SWT semata. Dengan tawasul, ia tidak menjadikan nabi dan orang shaleh tersebut sebagai tuhan yang disembah.
Namun kenyataan sederhana ini tidak bisa dipahami oleh sebagian orang yang mengaku mengikuti sunnah namun kenyataannya adalah jauh dari sunnah. Mereka menganggap tawasul jenis ini adalah bentuk menyekutukan Allah SWT.
Seorang Syaikh Wahabi Abu Bakar Al-Jaziri berkata mengenai Tawasul: “ Sesungguhnya berdoa kepada orang-orang shaleh, Istighosah (meminta tolong) kepada mereka dan tawasul dengan kedudukan mereka tidak terdapat didalam agama Allah ta’ala, baik berupa ibadah maupun amal shaleh sehingga tidak boleh bertawasul dengannya selama-lamanya.
Bahkan itu adalah bentuk menyekutukan Allah SWT di dalam beribadah kepada-Nya, hukumnya haram dan dapat mengeluarkan pelakunya dari agama Islam serta mengakibatkan kekekalan baginya di neraka Jahannam.”(Aqidatul Mu’min, hal 144). Fatwa ini sangat tendensius dan tidak berbobot ilmiah.
Dalil - dalil Hukum Tawasul
- Dalil Pertama Mengenai Hukum Tawasul - Kebolehan bertawasul dengan nabi adalah hadits shahih tentang Syafaat yang diriwayatkan oleh para hufadz dan ahli hadits. Pada hari kiamat, ketika manusia dikumpulkan di padang Mahsyar, mereka mengalami kepayahan yang sangat. Mereka bertawasul dengan mendatangi para nabi untuk meminta pertolongan supaya Allah SWT mengistirahatkan mereka dari penantian yang panjang.
- Dalil kedua tentang Hukum Tawasul - Kebolehan bertawasul dengan nabi adalah hadits dari sahabat Utsman bin Hunaif yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi, an-nasai, ath-Thabrani, al-Hakim dan Baihaqi dengan sanad yang shahih.Diriwayatkan dari Utsman bin hunaif bahwa seorang lelaki buta datang kepada Nabi SAW Memohon kepada Rasulullah SAW berdoa untuk kesembuhannya. Rasulullah SAW bersabda: “Jika engkau ingin, aku akan doakan.
Namun jika engkau bersabar maka itu lebih baik.”Lelaki itu tetap berkata, “Doakanlah.”Nabi SAW lalu memerintahkan kepadanya untuk berwudhu dengan sempurna, shalat dua rakaat dan berdoa dengan doa berikut: “Ya Allah, aku memohon dan menghadap kepada-Mu dengan (perantara) Nabi-Mu Muhammad, nabi yang rahmat.
Ya Muhammad, sesungguhnya aku menghadap kepada Tuhanku denganmu agar terpenuhi hajatku. Ya Allah, izinkanlah ia memberikan syafaatnya kepadaku…” kemudian lelaki itu bisa melihat.
- Dalil lain mengenai Hukum Tawasul - Kebolehan bertawasul dengan dzat adalah hadits yang disebutkan dalam shahih Bukhari bahwa sayidina Umar ra meminta hujan pada masa kekeringan dengan sayidina Abbas, paman Nabi saw. seraya berkata:“Ya Allah, sesungguhnya kami dahulu bertawasul kepada-Mu dengan Nabi-Mu SAW, dan sesungguhnya kami sekarang bertawasul kepadamu dengan paman Nabi kami.” Maka hujanpun turun.Para ulama menyebutkan bahwa tawasul sayidina Umar ini bukan dalil tidak bolehnya bertawasul dengan nabi saw setelah wafatnya, sebab telah berlalu dalil mengenai tawasul para sahabat dengan Nabi saw setelah wafat. Ini adalah dalil mengenai kebolehan bertawasul dengan hamba yang sholeh selain nabi. Hadits ini juga menunjukkan bahwa tawasul tidak harus dilakukan dengan hamba yang paling utama.Sahabat Ali bin Abi Thalib lebih utama dari sahabat Abbas, tapi justru sahabat Abbas yang dijadikan wasilah. Tawasul dengan sahabat Abbas pada hakikatnya juga tawasul dengan Rasulullah SAW. Kalau bukan karena dia adalah kerabat dengan posisinya dengan Rasulullah saw., maka tidaklah beliau dijadikan tawasul. Berarti ini adalah bentuk bertawasul dengan nabi juga. Arti Tawasul dan Hukum Tawasul.
Imam as-Subki dan Ibnu Taimiyah Tentang Hukum Tawasul
Tidak ada seorangpun dari kaum salaf dan kholaf yang mengingkari hal ini sampai datang Ibnu Taimiyah. Ia mengingkari hal ini dan melenceng dari jalur yang lurus, memunculkan ide baru yang tidak pernah dikatakan oleh ulama sebelumnya sehingga terjadilah keretakan dalam islam.”
Dalam ucapannya, Imam as-Subki menegaskan bahwa kebolehan bertawasul dengan Nabi disepakati sampai datang Ibnu Taimiyah. Namun faktanya, Ibnu Taimiyah sendiri sebenarnya tidak mengingkari kebolehan bertawasul kepada Nabi. Yang beliau ingkari adalah istighosah (meminta pertolongan) kepada Nabi SAW, bukan Tawasul.
Ibnu Katsir salah satu murid Ibnu Taimiyah menceritakan mengenai tuduhan yang ditujukan kepada Ibnu Taimiyah: “Kemudian Ibnu Atho’ menuduhnya (Ibnu Tiaimyah) dengan banyak tuduhan yang tidak bisa dibuktikan satu pun. Beliau (Ibnu Taimiyah) berkata, “Tidak boleh beristighosah selain kepada Allah, tidak boleh beristighosah kepada Nabi dengan istighosah yang bermakna ibadah. Namun boleh bertawasul dan meminta syafaat dengan perantara Beliau (Nabi SAW) kepada Allah.” Maka sebagian orang menyaksikan menyatakan, ia tidak memiliki kesalahan dalam masalah ini.” (Bidayah Wa Nihayah juz 14 hal 51).
Beliau mengatakan:“Termasuk ke dalam hal yang disyariatkan adalah bertawasul dengannya ( Nabi SAW ) di dalam doa sebagaimana terdapat di dalam hadits yang diriwayatkan at-Turmudzi dan dishahihkan olehnya bahwa Nabi SAW mengajarkan seorang untuk berdoa, “Wahai Allah, sesungguhnya aku bertawasul kepada-Mu dengan perantara Nabi-Mu Muhammad, Nabi yang rahmat.
Wahai Muhammad, sesungguhnya aku bertawasul dengan perantaramu kepada Tuhanku agar Dia menunaikan hajatku itu. Wahai Allah, jadikan ia orang yang memberi syafaat kepadaku.”Tawasul yang seperti ini adalah perbuatan yang baik. Sedangkan berdoa dan beristighosah kepadanya ( Nabi SAW ), maka itu merupakan perbuatan yang haram.
Adapun orang yang berdoa dan meminta tolong, maka berarti ia memohon kepada yang ia seru dan meminta darinya, serta meminta tolong dan bertawakal kepadanya, sedangkan Allah merupakan Tuhan semesta alam. (Majmu Fatwa juz 3 hal 276).
Berdoa dan beristighosah yang dilarang Ibnu Taimiyah seperti sudah dijelaskan adalah dengan makna beribadah. Semua ulama bersepakat bahwa beribadah kepada Nabi Muhammad SAW adalah Syirik, berbeda dengan beribadah kepada Allah dengan melalui Nabi Muhammad yang malah disyariatkan.
Muhammad bin Abdul Wahab Tentang Hukum Tawasul
Namun pengingkaran kami hanya ditujukan bagi orang yang berdoa kepada makhluk dengan lebih mengagungkannnya daripada kita menyeru kepada Allah".(Majmu Mualafat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab juz 2, hal 41 cetakan Darul Qasim)
Namun sikap beliau tentang tawasul jelas itu adalah masalah ijtihadiyah. Muhammad bin Abdul Wahab tidak mengingkari tawasul. Yang beliau ingkari adalah jika seorang mengagungkan orang sholeh lebih daripada pengagungannya kepada Allah SWT. Tidak ada seorang muslim pun yang bertawasul dengan menganggap wasilahnya lebih agung dari Allah SWT.
tawassul yang diperbolehkan, yaitu: (1) Menyebut nama-nama atau sifat-sifat Allah pada permulaan berdoa (dengan menyesuaikannya dengan permintaan yang dimohon, -ed) seperti mengatakan,”Yaa Ghafuur, ighfirlii” (“Wahai Yang Maha pengampun, ampunilah hamba”); (2) Meminta kepada orang shalih yang masih hidup dan bisa memahami permintaan agar mendoaakan kebaikan baginya, sebagaimana Khalifah Umar yang meminta tolong paman Nabi Al-‘Abbas untuk berdo’a bagi kaum muslimin; (3) Menyebutkan amal shalih yang pernah dilakukannya sebagaimana kisah 3 orang yang terperangkap di dalam gua.
BalasHapusTawassul atau mengambil perantara dalam beribadah kepada Allah dalam bentuk berdoa kepada orang yang sudah meninggal atau tidak hadir adalah bentuk kesyirikan. Namun, ada pula tawassul yang diperbolehkan, yaitu: (1) Menyebut nama-nama atau sifat-sifat Allah pada permulaan berdoa (dengan menyesuaikannya dengan permintaan yang dimohon, -ed) seperti mengatakan,”Yaa Ghafuur, ighfirlii” (“Wahai Yang Maha pengampun, ampunilah hamba”); (2) Meminta kepada orang shalih yang masih hidup dan bisa memahami permintaan agar mendoaakan kebaikan baginya, sebagaimana Khalifah Umar yang meminta tolong paman Nabi Al-‘Abbas untuk berdo’a bagi kaum muslimin; (3) Menyebutkan amal shalih yang pernah dilakukannya sebagaimana kisah 3 orang yang terperangkap di dalam gua.
BalasHapusMohon disampaikan dalil tentang bertawasul dengan orang yang sudah mati, yang saya khawatirkan yang termasuk syirik adalah tawasul dengan orang yang sudah mati tetapi bukan bertawasul dengan namanya tersebut tidak bertawasul dengan zat orang yang sudah mati.
BalasHapusintinya kita harus berhat-hati, jangankan tawassul, sholat saja diancam neraka, baca qs, almaa'un, jadi soal hukum kalau memang ada, monggo.. tapi kita harus cerdas ''definisikan dulu'' karena tidak jarang salah mengartikan tawassul misal ziarah wali sanga, kalau di kampung kita, itu sudah menjadi istilah halus dari ''nyupang'' maaf... bukti otentiknya ada, walaupun bukan kita menuduh.
BalasHapusmne stu yg btul ni??
BalasHapusTawassul / wasilah , istighatsah & memohon syafa'at mempunyai satu arti yaitu memohon berkat dgn menyebut orang yg dicintai Allah SWT, dari hambaNya, baik yg masih hidup ataupun yg sudah meninggal dunia. Sungguh telah tsabit (nyata) bahwasanya Allah SWT memberi rahmat kepada hambaNya & kampung2 dgn sebab mereka. Maka yg mewujudkan (menciptakan) & yg memberi bekas pada hakikatnya hanya Allah SWT. Adapun orang2 mukmin tidaklah mereka mengi'tikadkan (meyakini) pada mereka yg ditawassuli itu akan mewujudkan & memberi bekas, tetapi mereka menjadi sebab ditawassuli & diminta berkat, karena dekatnya (kedekatan) mereka dgn Allah SWT, dgn amal mereka yg shaleh & karena mereka melaksanakan segala perintahNya. Dan tidak ada perbedaan (dalam bertawassul) antara yg masih hidup & yg sudah wafat, karena bahwasanya mereka dicintai disisi Allah SWT.
BalasHapus"Ya ayyuhalladzina amanu ittaqullah wabtaghu ilaihi al-wasilah".
BalasHapusArtinya: wahai orang2 yg beriman bertaqwalah oleh kalian akan Allah & haraplah oleh kalian kepadaNya akan wasilah. Al Maidah: 35.
Allah menyuruh kepada mereka agar memohon wasilah (perantara) agar men(jadi)dekat mereka kepadaNya dgn para nabi & awliya & shalihin & dgn amal2 shaleh.
Nabi & para sahabatnya & para salaf ummah & para khalafnya, mereka semua bertawassul karena mengamalkan dgn firman Allah Ta'ala: "wabtaghu ilaihi al-wasilah".
BalasHapusDo'a Nabi Muhammad SAW:
"Ya Allah sesungguhnya aku bermohon kepada Engkau dgn hak orang yg meminta kepada Engkau dan bermohon aku kepadaMu dgn jalanku ini kepadaMu maka sesungguhnya aku tidak keluar hal keadaanku sombong & tidak ujub & tidak riya & tidak sum'ah, aku keluar karena takut akan murkaMu, & karena mengharap keridhaanMu, maka aku bermohon kepadaMu bahwa Engkau melindungiku dari api neraka dan Engkau mengampuniku dari segala dosa, karena tidak ada yg dapat mengampuni segala dosa melainkan Engkau". Hadits riwayat Ibnu Majah.