Hukum Memelihara Jenggot |
Hukum Memelihara Jenggot
Bagaimanakah sesungguhnya hukum memelihara jenggot bagi lelaki Muslim? Para ulama Fiqih menyatakan bahwa hukum memelihara jenggot hukumnya adalah sunnah sesuai hadits yang disabdakan Baginda Nabi SAW :
أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وأَعفوا اللِّحَى
"Singkirkan kumis dan
sempumakan jenggot." ( HR Muslim).
Isu jenggot sempat menyeruak beberapa waktu lalu dan menjadi bahan perbincangan lumayan panas di media sosial. Jaringan Islam Liberal yang mencoba bermetamorfosis menjadi Islam Nusantara tiba-tiba dengan gencar menista jenggot.
Mereka berkoar bahwa jenggot adalah tanda kedangkalan otak seseorang. Menurut mereka, jenggot merupakan identitas orang Arab dan bukan merupakan ajaran Islam yang perlu diamalkan. Sejatinya mereka berpendapat demikian untuk menyindir orang-orang penganut aliran faham Wahabi yang rata-rata memelihara jenggot panjang.
Namun sindiran mereka itu agaknya salah alamat dan perlu diluruskan. Memelihara jenggot merupakan sunnah yang mesti dihidupkan di tengah kaum Muslimin karena Baginda Nabi SAW melakukannya. Demikian pula Abubakar as-sihiddiq RA, Umar bin Al-Khattab RA, Usman bin Affan RA, Ali bin Abi Thalib RA dan para sahabat lainnya.
Para ulama pakar Hadits, pakar Tafsir, ahli Fiqih dan imam-imam terdahulu juga setia memelihara jenggot sebagai bentuk ittiba' kepada Baginda Nabi SAW. Jadi, jenggot boleh dibilang merupakan identitas sejati pria Muslim. Baginda Nabi SAW menganjurkan laki-laki Muslim untuk memelihara jenggot agar tidak menjadi amrod (laki-laki yang tidak memiliki kumis dan jenggot).
Keberadaan lelaki amrod sangat mencemaskan lantaran bisa memicu gairah sesama jenis dikalangan kaum Adam. Tertariknya kaum lelaki kepada sesama jenis seringkali dipicu oleh para lelaki amrod . Oleh karena itu, para lelaki yang berjenggot hendaknya tidak mencukur jenggotnya sampai bersih. Peliharalah jenggot meski hanya sedikit guna menyempurnakan karakter kelaki lakiannya.
Dalam memelihara jenggot, baiknya lelaki berniat meneladani Baginda Nabi SAW agar pahala sunnah terus mengalir kepada dirinya. Jenggot harus dirapikan setiap saat agar tidak berantakan dan terlihat berwibawa.
Sementara itu lelaki yang ditakdirkan tidak berjenggot tidak usah memaksakan diri untuk berjenggot. Ia tidak perlu memakai jenggot palsu agar terlihat "nyunnah.' Jangan sampai pula lelaki yang cuma punya jenggot sehelai dipelihara sampai panjang sehingga terlihat sangat ganjil. Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyukai keindahan.
Sebagai kaum Muslimin kita harus menjaga keindahan diri kita sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT. Jenggot bukan tradisi atau budaya Arab, tapi ajaran sunnah Nabi. Barangsiapa memelihara jenggot demi ittiba ' kepada Baginda Nabi SAW, maka ia akan mendapatkan pahala sunnah. Sementara mereka yang memilih tidak memelihara jenggot tidak akan mendapatkan dosa.
Demikian kaidah shahih yang berlaku untuk jenggot. Kelompok yang menghujat kesunnahan memelihara jenggot tentu tidak memiliki dasar yang jelas. Hadis-hadits menerangkan dengan gamblang bahwa Baginda Nabi SAW memelihara jenggot, demikian pula para sahabat. Para ulama Syafi'iah menegaskan kesunnahan jenggot, bahkan memakruhkan mencukur jenggot sampai bersih. Malah ada sebagian ulama yang menyatakan bahwa mencukur jenggot haram.
Jurus pamungkas kelompok Islam Liberal untuk menyerang syariat Islam adalah mengkaitkannya dengan adat Arab. Sebelumnya mereka berkoar-koar di media bahwa surban, jubah dan jilbab adalah budaya Arab yang tidak perlu dipraktikkan di Nusantara. Bahkan mereka mengatakan jubah bukan pakaian Baginda Nabi Muhammad SAW, melainkan pakaian Abu Jahal.
Logika yang mereka gunakan untuk merusak syariat Islam jelas sangat dangkal. Sayangnya, kaum awam yang tidak memiliki bekal ilmu yang cukup kerap termakan oleh logika-logika yang mereka utarakan. Seperti halnya jenggot, maka surban, jubah dan jilbab merupakan bagian dari syariat Islam.
Anehnya, orang-orang Liberal tidak pernah mempermasalahkan gaya hidup pemuda muslim yang meniru artis-artis Barat. ManakaIa menyaksikan lelaki Muslim memelihara jenggot, mereka bilang itu adalah budaya Arab yang konyol.
Tetapi bila melihat anak-anak muda mempunyai tato disekujur tubuh, mereka sama kali tidak berkomentar. Bila melihat pemuda Muslim memakai jubah dan surban, dengan nyinyir mereka mengatakan itu gaya hidup Arab Jahiliyah. Sebaliknya, tatkala menyaksikan pemuda Muslim memakai kaos dan celana sobeksobek lengkap dengan anting-anting di telinga mereka sama sekali acuh tak acuh. Bahkan mereka terkesan merestui dengan alasan mengikuti perkembangan zaman.
Sebenarnya tidak masalah jika mereka tidak suka memelihara jenggot karena itu memang bukan kewajiban. Tapi tidak usahlah mereka menista kesunnahan yang diteladankan Baginda Nabi SAW itu. Apakah mereka menilai para ulama terdahulu tidak arif dan pandai dengan memelihara jenggot?
Jangan sampai rasa benci kepada aliran wahabi yang identik dengan jenggot membuat mereka merendahkan jenggot. Kalau hendak mengkritisi Wahabi, lakukanlah dengan cara-cara yang elegan. Kesalahan Wahabi jelas-jelas terletak pada aqidah mereka yang sesat, tidak ada kaitannya sama sekali dengan jenggot.
Sementara itu,bagi kaum Muslimin yang memiliki jenggot hendaknya jangan sampai merasa diri paling "nyunnah" sehingga menganggap kelompok lain meninggalkan Sunnah. Memelihara jenggot adalah kesunnahan, sementara menjaga ukhuwah Islamiyah adalah kewajiban. Apa artinya jenggot panjang apabila lisan kita gemar mengkafirkan kelompok lain, bahkan dengan mudahnya membunuh saudara sesama Muslim?
Nyatanya seperti itulah sikap orang-orang yang menganut faham Wahabi. Dengan bermodalkan jenggot yang lebat, mereka merasa lebih superior dari kaum Muslimin yang lain, lalu menghabisi kelompok yang berseberangan dengan mereka.
Hukum Isbal (Cingkrang) |
Hukum Celana Isbal (Cingkrang)
Isu yang tak kalah panasnya adalah praktik cingkrang atau memakai celana di atas mata kakio Praktik ini merujuk pada hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Hurairah sebagai berikut :
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِى النَّارِ
"Sarung (celana) yang di bawah mata kaki akan ditempatkan di neraka".
Sebagian besar ulama mengharamkan mengenakan pakaian sampai dibawah mata kaki (isbal) jika didasari sikap lil khulayah atau untuk kesombongan. Apabila isbal tidak disertai niat sombong,maka hukumnya tidak haram tetapi makruh.
Demikianlah pendapat jumhur ulama dari mazhab Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah dan Hanabilah. Pendapat ini juga dipilih oleh Ibnu Taimiyah, as-Shan' ani, dan as Syaukani. Keharaman isbal disertai sikap sombong ini juga didasarkan pada hadits riwayat Al-Bukhari dari Ibnu Umar yang mengungkapkan bahwa Baginda Rasulullah SAW pernah bersabda :
لا يَنْظُرُ الله إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ
"Allah tidak akan memandang orang yang menjulurkan pakaiannya dengan penuh kesombongan"
Dalam riwayat lain Baginda Rasul SAW bersabda:
ازرةالمؤمنين الى عضلة ساقه ثم الى نسف ساقه , ثم الى كعبه وما تحت الكعبين من الازار ففي النار
"Sarung seorang Mukmin itu sampai otot betis, lalu sampai pertengahan betis, lalu sampai mata kaki Ada pun yang di bawah mata kaki itu berada di neraka"(HR Nasai).
Dalam hadits yang berasal dari Abi Said al Khudri, Baginda Nabi bersabda:"Sarung seorang Mukmin itu sampai pertengahan betis dan tidak ada dosa atau tidak masalah dengan apa yang ada di antaranya dan diantara kedua mata kaki. Adapun yang berada di bawah semua itu, maka berada di neraka. Siapa yang menjulurkan sarungnya karena sombong, maka Allah tidak akan melihat kepadanya di Hari Kiamat." (HR Abu Dawud).
Dalam kitab adab Syariyah karya Ibnu Muflih juz 3 hal 493 tertulis bahwa pengarang kitab muhith dari kalangan ulama madzhab Hanafi meriwayatkan, sesungguhnya Imam Abu Hanifah RA pernah memakai selendang mahal yang harganya 400 dinar dan ia menjulurkannya ke tanah. Kemudian beliau ditanya, "Bukankah kita dilarang melakukan ini?" Maka beliau menjawab, "Larangan itu hanya bagi orang-orang sombong dan kami bukan termasuk diantaranya".
Dalam Hadits riwayat Ibnu Umar, Baginda Nabi SAW bersabda:"Siapa yang menyeret bajunya ke bawah karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya di Hari Kiamat". Abubakar as Shiddiq RA berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya sarungku selalu terjulur, kecuali jika aku perhatikan betul-betul." Baginda Nabi SAW berkata kepadanya, "Sesungguhnya engkau bukan orang yang melakukannya karena sombong". (HR Bukhari).
Hukum kebolehan dalam hadits ini tidak hanya dikhususkan kepada Abubakar RA, karena Baginda Nabi SAW telah menjelaskan alasannya bahwa beliau tidak melakukannya karena sombong. Sejumlah riwayat atsar menjelaskan bahwa sebagian salaf melakukan isbal tanpa sombong. Dalam mushanaf Abi Syaibah diriwayatkan dari Sahabat Ibnu Masud dengan sanad yang jayid bahwa Ibnu Masud menjulurkan sarungnya.
Ketika ditanya soal itu, beliau menjawab:"Aku memiliki dua betis yang kurus."(Ibn Abu Syaibah). Abi Ishaq mengatakan,"Aku menyaksikan Ibnu Abbas di hari-hari Mina dalam keadaan rambutnya panjang, memakai sarung yang agak isbal dan memakai selendang kuning." (HR Thabrani. Al-Haitsami mengatakan sanad riwayatnya adalah hasan).
Ibnu Abi Syaibah, Abu Nuaim dan Ibnu Saad dalam Thabaqatnya membawakan riwayat dari Amr bin Muhajir yang mengatakan,"Gamis Umar bin Abdul Aziz sampai di antara mata kaki dan tali sandalnya".
Demikianlah hukum isbal (Celana Cingkrang) yang sebenarnya. Para ulama sepakat mengharamkan isbal apabila disertai sikap sombong. Apabila tidak disertai sikap sombong, maka isbal hukumnya tidak haram tetapi makruh.
Oleh karena itu, tidak usah memaksa setiap Muslim untuk memakai celana atau sarung cingkrang, apalagi sampai mensyirikkan kaum Muslimin yang melakukan isbal sebagaimana yang dilakukan orang-orang Wahabi. Mereka tidak sadar bahwasanya dengan menvonis sesat dan syirik kepada kaum Muslimin yang isbal, maka mereka bersikap sombong dan itulah dosa besar yang sama sekali tidak pernah mereka sadari.
Kelompok yang tidak senang kepada praktik cingkrang tidak usah mencela orang-orang yang memakai celana cingkrang. Biarlah mereka menempuh manhaj mereka sepanjang tidak menyalahi ajaran Baginda Nabi SAW.
Alangkah indahnya Islam apabila masing masing umatnya saling menghormati, menghargai dan tidak saling mencemooh. Sesungguhnya perpecahan umat Islam dan perang saudara yang terjadi di tengah umat Islam adalah karena sikap sombong, fanatisme kelompok dan rapuhnya ukhuwah Islamiyah. Akhir tulisan, marilah kita simak video mengenai masalah Hukum Memelihara Jenggot Dan Hukum Isbal (Cingkrang) oleh Al-Ustadz Abdul Somad di bawah ini.
Sumber : cahayanabawiy.com
Oleh karena itu, tidak usah memaksa setiap Muslim untuk memakai celana atau sarung cingkrang, apalagi sampai mensyirikkan kaum Muslimin yang melakukan isbal sebagaimana yang dilakukan orang-orang Wahabi. Mereka tidak sadar bahwasanya dengan menvonis sesat dan syirik kepada kaum Muslimin yang isbal, maka mereka bersikap sombong dan itulah dosa besar yang sama sekali tidak pernah mereka sadari.
Kelompok yang tidak senang kepada praktik cingkrang tidak usah mencela orang-orang yang memakai celana cingkrang. Biarlah mereka menempuh manhaj mereka sepanjang tidak menyalahi ajaran Baginda Nabi SAW.
Alangkah indahnya Islam apabila masing masing umatnya saling menghormati, menghargai dan tidak saling mencemooh. Sesungguhnya perpecahan umat Islam dan perang saudara yang terjadi di tengah umat Islam adalah karena sikap sombong, fanatisme kelompok dan rapuhnya ukhuwah Islamiyah. Akhir tulisan, marilah kita simak video mengenai masalah Hukum Memelihara Jenggot Dan Hukum Isbal (Cingkrang) oleh Al-Ustadz Abdul Somad di bawah ini.
Sumber : cahayanabawiy.com
Posting Komentar Blogger Facebook Disqus